Tulisan ini Untuk Seorang Pahlawan Terbaik dan Terhebat
Dalam Hidup Saya. Iya, Dia adalah AYAHKU.
Kamis siang saya lagi menunggu adik-adik saya yang hebat,
untuk melanjutkan pembicaraan mengenai kegiatan pelatihan desain media oleh
Forum Mahasiswa PKIP FKM Unhas. Saya menunggu di tempat di mana sering
kuhabiskan waktuku akhir-akhir ini ketika sayaberada di kampus. Tiba-tiba
datang seorang Rafiqah (biasa sayapanggil ade’ Fiqah), membawa dan melaporkan
apa yang menjadi tugasnya. Iya, ada beberapa perbaikan dari apa yang menjadi
tugasnya tersebut. Anehnya dia datang tidak bersama teman-temannya. Dia datang dengan
membawa 3 dari sekian banyak buku koleksinya. Sejenak saya memandangi buku-buku
itu, mata saya tertuju pada salah satu buku yang berlatar warna biru langit.
Tertuju ke sana karena warna kesukaan saya adalah warna itu. Judul bukunya tak
terlalu jelas tulisannya (sudah kabur). Kuhampiri dan sayaambil. Ternyata
judulnya ‘The Power of Attitude’ yang
ditulis oleh Mac Anderson seorang pendiri successories.
Kata yang kemudian muncul dalam hati saya‘wow’. Dengan senyum saya bilang ke
Fiqah, Ade’ bukunya saya pinjam yaa. Ok kakak, Jawabnya.
Setiba di rumah, saya istrahat
dan melakukan aktifitas seperti biasa. Sekitar pukul 20.38 saya mulai membuka
halaman pertama. Hasrat yang kemudian muncul adalah keinginan terus untuk
membaca melanjutkan ke halaman-halaman berikutnya. Tapi, apadaya mata tak lagi
menoleransi keinginan diriku untuk melanjutkan bacaan. Berhenti di halaman 13.
Sampai pukul 23.13 saya terbangun kembali dan melanjutkan bacaan. Anda tahu,
buku ini sangat luar biasa, dan saya patut berterimakasih pada ade’ Fiqah.
Saya terpacu untuk menulis saat bacaanku sampai pada halaman
96. Di sana ada satu kalimat yang mengigatkannku pada jasa seseorang pada
diriku, yang saya sebut-sebut pahlawan terbaik dan terhebat di duniaku. Seperti
ini kalimatnya : …pernahkah kau tahu bahwa
kau adalah pahlawanku ?...melihat kalimat ini saya berhenti membaca dan kemudian
mengambil laptop kemudian menuliskan apa yang ada di kepala saya tentang kisah
seorang pahlawan ketika saya di sampingnya ataupun ketika kami berjauhan.
Di teras rumah, tempatku biasa menghilangkan penak di
pikiran saya mulai menulis. Kala itu udara sangat dingin hingga menembus
tulang-belulang bahkan sampai menghujam jantung. Malam sangat indah, seolah
melukiskan kisah indah bersama sang pahlawan sejatiku.
SERIBU BULAN SATU NAMA, dia adalah Muskamil. Dia adalah ayah
saya yang sangat hebat, Dia adalah guru saya, dia adalah sahabat saya, dia
adalah pahlawan saya dan dia adalah segalanya buat saya.
Ayahku Hebat
Iya, masih ku ingat kala
hidup telah memilih dan membawa saya ke dunia ini. Melalui Rahim seorang ibu
yang sangat mulia. Kala itu ayahku mengumandangkan adzan di telinga kananku
yang juga biasa dilakukan oleh ayah-ayah yang lain. Itulah mungkin hal pertama
yang beliau lakukan terhadapku di dunia ini.
Iya, banyak hal yang kemudian tidak bisa saya hitung betapa
banyaknya yang dilakukan beliau terhadapku. Ibuku pernah bercerita padaku, kala
usia saya menginjak mingguan ayahku selalu menimangku, “menggendongku” membawa saya keluar
rumah, memberi makanan untuk kesehatanku dengan memaparkan sinar mentari pada
diriku. Ketika saya menangis beliau merangkulku, beliau merangkulku dengan
pelukan hangatnya. Beliau menuntunku saat saya merangkak hingga saya dewasa
seperti sekarang. Beliau selalu mengajarkan etika dan budi pekerti kepada
anak-anaknya. Bukan hanya itu, beliau juga selalu mengajakku jalan-jalan
menikmati indahnya panorama alam, menikmati indahnya pagi. Indahnya awal hari
ketika cahaya jingga dibalut kuning emas muncul di ufuk timur, itulah
kebenderangan yang selalu mewarnai hidupku ketika bersama dengan beliau.
Masih kuingat, kala itu saya berada di usia 4 tahun. Setiap
awal hari ayahku membangunkanku, untuk menikmati indahnya senyuman sang
mentari. Setiap pagi beliau selalu mengajakku mandi embun yang ada pada helai
dedaunan hijau di kebun singkong. Dari rumah ke kebun itu saya digendong penuh
dengan kasih dan sayang. Melewati hutan mente di kampong halamanku tercinta.
Di hutan mente terdengar suara nyanyian burung yang bersahut-sahutan di padi
hari. Indah rasanya. Ingin kuulangi, tapi apa daya satu sungai tidak mungkin
dilewati dua kali begitu pula dengan masa lalu.
Ayahku juga Guruku.
Ketiaka saya berusia 7 tahun dan mulai mengenal dunia
pendidikan. Saya bersekolah seperti halnya anak-anak yang lain teman sebayaku.
Yang bisa kuceritakan di usia ini adalah di saat saya belajar mengeja sebuah
kata dan kemudian membacanya. Sederhananya adalah belajar membaca. Beliau
penyayang tapi berkarakter keras dan sangat dingin. Hampir setiap malam air
mata keluar akibat pelajaran dari seorang ayah. Iya, kupikir ini adalah
pelajaran paling susah buatku. Bagaimana tidak, beliau selalu berteriak,
membentakku, dan memukul jari-jariku ketika saya salah dalam mengeja setiap
kata. Iya, ayahku sangat keras untuk kehebatan anak-anaknya.
Anda tahu, apa pesan ayah di malam terakhir mengajariku
membaca? Ini pesannya : ‘berusahalah, bertahanlah nak, kamu pasti bisa’.
Keesokan harinya kala itu sayaberada di ujung hari cahaya jingga yang memerah
tampak di ufuk barat seolah mentari akan menghujamkan dirinya di perut bumi. Saya duduk
di atas tumpukkan balok kayu memegang sebuah buku bacaan untuk anak SD kelas 1
menikmati indahnya sore dengan terpaan angin yang sangat lembut. Yang ada di
kepalsayamemikirkan apa yang dikatan ayahku tadi malam. Dalam hati berkata, yaa
ALLAH biarkan saya bisa membaca. Kemudian perlahan saya membuka buku tersebut
kemudian membacanya. Alhamdulillah saya bisa membaca, ini adalah mukzizat dari
ALLAH. Itulah awal mulanya saya bisa mengeja dan membaca.
Di wajah beliau tampak senyuman indah, yang menggambarkan
bahwa dia bahagia akan anaknya yang sudah bisa membaca.
Pesan untuk seorang anak
yang berpetualang mencari ilmu
Ketika saya tamat SMP, yang ada di kepala saya, saya harus sekolah
di Kota. Kala itu suasana menjadi kelabu, ibuku menangis mendengar anaknya yang
masih berusia 13 tahun akan meninggalkannya untuk mengadu nasib di Kota mencari
ilmu. Ayahku tersenyum sambil berkata teruslah berjalan nak. Dan itu adalah
sebuah keinginan yang sangat mulia. Ayah siap menyekolahkanmu sampai kapan pun
selama ayah masih mampu membiayai kamu. Pergilah.
Seminggu kemudian saya pamit kepada kedua orang tua saya yang
selalu sayakasihi, yang karena keduanya saya rela kehilangan nyawa. Pesan dari
ayahku pergilah nak, baik-baik di sana. Sekolah dengan baik, belajar dengan
baik. Tapi ada satu pesan lagi yang selalu melakat di kepala saya sampai kekarang
bahkan mungkin sampai jantung tak lagi berdetak bersama tiang pasak. Ini
pesannya “berbuatbaiklah kepada sesama,
perlakukanlah mereka sebagaimana engkau ingin diperlakukan oleh mereka.
Mulailah dengan ikhlah, jujurlah pada sesama juga pada dirimu. Kesuksesan akan
selalu menghampirimu”. Pesan yang sangat luar biasa menurutku.
Banyak kisah dan cerita antara sayadan pahlawanku (ayahku),
yang mungkin tak habis dan tak berujung untuk diceritakan.
Yang pada akhirnya saya bilang Beliau sangat hebat.
Hebat tak ada tara dan tandingannya saya rasa. Seorang ayah
telah mengajarkan kepadsayabagaimana kemudian menyikapi kerasnya kehidupan yang
kita jalani di dunia ini. Mengajarkan kepada saya bagaimana menjalani hidup dan
kehidupan yang seolah tak perhah terpisahkan dengan onak dan duri yang selalu
menghalangi jalan setiap manusia. Iya, beliau mengajarkanku bagaimana bertahan
pada satu titik di kehidupan ini, bertahan pada satu titik untuk tidak menjauh
dan mengasingkan diri dari berbagai problematika kehidupan. Beliau sangat
hebat.
Ini
untuk seorang pahlawan
SayaCinta
Ayah
Telah Rapuh tulang-tulangmu
yang dahulu kau gunakan
untuk memberikan kami sesuap nasi
untuk menunaikan kewajibanmu sebagai kepala keluarga
Kini… kau berdaya lagi melakukan semuanya
kini… kau hanya mampu memberikan kami nasehat
kini… kau hanya mampu mengucapkan doa yang tulus untuk kami
untuk anak yang telah kau besarkan dengan kerja kerasmu
Ayah….
Air mata ini tak mampu membalas semuanya
semua yang kau lakukan untuk hidup kami
semua yang kau berikan kepada kami
Ayah…
Kasih sayang mu takkan mampu tergantikan orang lain
Perhatian yang kau berikan kepada kami takkan pernah kami lupakan
Walaupun kadang kami tidak mengindahkan semua yang kau berikan
Kadang kami tak pernah menghargai semua yang kau berikan
Kini, kamilah yang harus melakukan semuanya
Kamilah yang harus membalas semuanya
Kamilah yang harus memperhatikanmu…
Ayah….
Izinkanlah kami menjadi anak yang berbakti kepadamu
Anak yang tak melupakan kasih sayangmu
Izinkanlah kami untuk membahagiakanmu
Meskipun kami sadar
itu semua tidak bisa membayar semua yang telah kau berikan
dan kami sadar, nyawapun takkan mampu membalas semuanya…
Terima kasih ayah…
Kini kami menjadi orang yang mampu berdiri
kini kami mampu menjadi orang yang mandiri
kini kami mampu menapaki hidup dengan doa dan kasih sayangmu…
Ayah…
Telah Rapuh tulang-tulangmu
yang dahulu kau gunakan
untuk memberikan kami sesuap nasi
untuk menunaikan kewajibanmu sebagai kepala keluarga
Kini… kau berdaya lagi melakukan semuanya
kini… kau hanya mampu memberikan kami nasehat
kini… kau hanya mampu mengucapkan doa yang tulus untuk kami
untuk anak yang telah kau besarkan dengan kerja kerasmu
Ayah….
Air mata ini tak mampu membalas semuanya
semua yang kau lakukan untuk hidup kami
semua yang kau berikan kepada kami
Ayah…
Kasih sayang mu takkan mampu tergantikan orang lain
Perhatian yang kau berikan kepada kami takkan pernah kami lupakan
Walaupun kadang kami tidak mengindahkan semua yang kau berikan
Kadang kami tak pernah menghargai semua yang kau berikan
Kini, kamilah yang harus melakukan semuanya
Kamilah yang harus membalas semuanya
Kamilah yang harus memperhatikanmu…
Ayah….
Izinkanlah kami menjadi anak yang berbakti kepadamu
Anak yang tak melupakan kasih sayangmu
Izinkanlah kami untuk membahagiakanmu
Meskipun kami sadar
itu semua tidak bisa membayar semua yang telah kau berikan
dan kami sadar, nyawapun takkan mampu membalas semuanya…
Terima kasih ayah…
Kini kami menjadi orang yang mampu berdiri
kini kami mampu menjadi orang yang mandiri
kini kami mampu menapaki hidup dengan doa dan kasih sayangmu…
Ayah…
Pernahkah engkau
berpikir bahwa kau adalah pahlawan kami ?
SALAM TERANG
SYAHRIN KAMIL
0 komentar:
Posting Komentar