Sabtu, 17 November 2012

Yang Lalu, Yang Hilang




            YANG HILANG akan berlalu, yang lalupun akan hilang bersamaan dengan akumulasi detik yang tak henti berrotasi. Dua penggal kalimat ini buatku adalah pelajaran paling berharga untuk semua orang, itu menurutku. Dari deretan pengalaman hidup yang indah, yang manis, bahkan yang buruk akan tertuang dalam tulisan ini. Ketika aku berpetualang dalam mencari sesuatu yang aku cari, kesemuanya itu juga termuat dalam tulisan ini. Perjalanan ini kurasa unik juga menyenangkan. Keunikan itu terlukis dari gejolak kehidupan saya. Keluarga, Sahabat, teman, bahkan mereka yang pernah menjadi kekasihku. Merekalah yang membuat hidupku unik dan menyenangkan terutama ketika waktu seharian kuhabiskan dengan mereka yang pernah menjadi kekasihku.
            Kembali…
            Yang hilang akan berlalu,
            Entah berpamit atau menghilang tanpa kata dititipkan untukku, untukmu, untuknya dan untuk mereka yang ditinggalkan. Iya, ‘bejat’ memang kupikir mereka yang pergi tanpa pamit.
            Iya, kurasa yang kutulis ini bukan tentang kebejatan yang hilang tanpa kata. Tapi, keindahan yang pernah terjadi dalam hidup yang pernah diukir olehnya yang hilang dalam hidupku.
            Kupikir masa itu…
            Ketika aku berjalan mundur dan hilang dari tempatku berpijak saat ini dengan kurun waktu mungkin 3 atau 4 tahun. Kemudian aku berjalan ke depan kembali menapaki jejak itu.
            Indah Rasanya, Iya sangat Indah…
            Yaa.. Sebuah keindahan juga kedamaian yang kurasakan. Tapi, kembali lagi ada kata tapi. Di sisi lain kedamaian itu terkadang membuatku gelisah. Kegelisahan akibat terlena dengan suasana indah. Hidupku seolah tak punya arah dan tujuan. Pernah berpikir untuk mati saja. Logika tak lagi sejalan dengan kata hati yang paling dalam. Aku juga sudah mulai ragu dengan apa yang dikatakan oleh kalbuku. Untung aku sadar sepintar-pintarnya diriku, logikaku, tak sepintar hatiku. Iya.. Itulah yang menyelamatkannku.
            Suatu waktu aku berpikir bahwa aku ini telah mati. Bagaimana tidak, aku berada di lingkungan banyak orang sedangkan mereka tak menghiraukannku. Maka aku berpikir bahwa aku telah tiada. Kala itu, otakku serasa akan pecah. Pikiranku berkelana, pikirannku berpetualang tak tahu entah ke mana tak ada akhir, tak ada batas untuk itu. Sampai akhirnya aku menemukan muara dari petualangan itu. Muara itu berpusat pada satu tempat kusebut itu ‘Entah Berantah’ karena aku tak tahu tempat itu apa, di mana, siapa penghuninya. Di sana aku melihat lelaki tua, lekuk badannya bak busur panah yang hendak menghempaskan anak panahnya. Di kepalaku timbul tanya entah apa yang ada di kepala lelaki tua itu, dia berjalan sembari tersenyum kecil menghitung langkahnya. Kemudian sekonyong-konyong aku mendekati dan menyalaminya. Aku bercerita kepadanya tentang apa yang kualami saat ini. Panjang kuceritakan kisahku, diakhir dia berkata “jadilah pemenang atas dirimu”. Kemudian hilang dari hadapanku. Oh ternyata aku bermimpi.
            Mimpi itu yang membangunkanku dari tidurku, dari masalahku. Kalimat lelaki tua itu melekat di kepalaku. Hingga aku tersadar bahwa aku berada pada jalan yang salah. Suatu malam di sepertiga malam terakhir aku terbangun. Aku kemudian menghampiri kran air. Kemudian aku Membasuh kedua telapak tanganku, sampai akhirnya Membasuh kedua telapak kakiku. Kemudian di atas sajadah Tua ku kedua tanganku menengadah memohon kepadanya aku berdo’a Tuhan tunjukkan jalan yang benar untukku, Bantulah aku menjadi pemenang atas diriku. Tak sadar tetesan air mata membasahi sajadah tuaku tersebut.
            Cerita di atas mengisahkan ketika aku menjalin kasih dengan teman kuliahku, dia adalah Nurjanah.  Hasil dari do’aku akhirnya aku sadari bahwa aku bermasalah dengan diriku, aku futur bukan karena dia, bukan karena mereka, tapi dirikulah yang bermasalah dengan diriku. Sampai akhirnya aku ceritakan masalah pada dua sahabatku yang hebat, sahabat yang aku kasihi, Adi dan Baim. Mereka hebat, ketika aku jatuh, mereka berdua membangunkanku, ketika aku salah mereka menegurku, mereka mengkritisiku, aku sangat bersimpati pada mereka. Setelah mendengar curhatannku, mereka bilang ikuti kata hatimu sambil menepuk dada kiriku, hilangkan sedikit keakuanmu. Semua akan baik-baik saja.  
            Aku tersenyum…
            Dan berkata kepada mereka, terimakasih teman.
            Aku pernah menulis seperti ini
            Aku berpijak dan berjalan di bumi-NYA
            Kesemuanya… Rahmat & Cinta dari-NYA
             DIA telah memberikan keAKUan padaku
            Sehingga aku bisa hidup seperti seharusnya
            Tapi,..
            Kembali lagi kata tapi bersama tulisan ini
            Keakuan ini haram untuk melukai hati yang suci
            Hati yang suci pada seorang wanita mulia.

            =Syahrin Kamil=
           
            Inilah yang menyadarkan aku bahwa aku memang benar-benar bermasalah dengan diriku.

            Dua penggal kalimat ini kuperuntukkan Dia yang pernah menjadi kekasihku. Ketika masa lalu berlalu maka yang lalu perlahan akan menghilang untuk selamanya. Bersamanya hidupku indah dan juga ketidakindahan selalu ada. Suatu ketika Ramadhan datang, aku jemput ini dengan hati yang bahagia. Awal Ramadhan kurasa sangat indah. Ya bagaimana tidak? Ada yang selalu membangunkanku disaat sahur menjelang.
            Tapi, petaka datang ketika wanita itu meninggalkan sejenak kota ini, ke kota asalnya. Komunikasi aku, dia sangat jarang. Sejenak aku berpikir dan bertanya. Apa gerangan yang terjadi pada kami. Pikiranku kembali berkelana mencari apa yang harusnya aku dan dia lakukan. Tapi, kesemuanya tak ada titik yang kutemui. Alhasil pertengkaran kembali mencuat di permukaan.
           
            Keakuanku Membahana…
            Itu hal yang kembali terjadi pada diriku, dirinya.
            Ketidakcocokkan mulai aku rasakan, kami tak mungkin lagi bersama. Handphone kecilku kemudian membantu untuk berbicara dengannya. Satu kata yang aku bilang. ‘Kita Selesai’!. Haa.. katanya. It’s ok. No problem. Pembicaraan putus. Tak ada komunikasi. Seminggu lamanya waktuku dalam seminggu itu kuhabiskan di kepalaku untuk pikir dia yang sebenarnya masih kucintainya. Rindu masih miliknya, sayang masih miliknya. Tapi egolah yang mematikan semuanya.

            Maaf adalah senjataku…
            Setiap masalah menghampiri kata maaflah yang selalu setia menemani saya untuk menemuinya yang masih kucinta. Setiap kata maaf kuucap jawabnya juga dimaafkan. Hal ini rasanya nyaman dan menyenangkan. Di sisi lain, kenyamanan ini juga menggelisahkanku, kegelisahan mencuat karena kupikir seakan tidak ada perjuangan yang kulakukan untuk bersamanya lagi. Di kepalaku kembali muncul tanda tanya besar apakah dia benar masih bersamaku?. Entahlah.
           
            Semuanya Baik-baik saja…
            Akumulasi detik terus berjalan hingga membawa kami di satu waktu yang sangat indah. Kala itu aku, dirinya berjalan bersama menunggangi sepeda motor ku, entah tempat itu di mana. Tapi kurasa sangat indah. Yaa.. tidak ada masalah yang menghampiri. Senyumku senyumnya kembali merekah di bibirku dan bibirnya yang manis. Kebahagiaan seakan tak ada batasnya. Komunikasi sangat lancar. Hingga malam kami lewati tanpa lelap. Mata tak ingin tertutup, bibir terus berkata. Itulah mungkin kebahagiaan yang aku rasakan bersamanya.
            Dari itu pernah kutulis puisi
            Kala itu aku di sudut ruangan kecil di kampus ungu
            Seperti ini
            Entah apa.
            Apa yang ada di benak dua anak manusia ini.
            Aku bingung…
            Malam seakan milik mereka berdua
            Keduanya melewati malam tanpa lelap

            Malam…
            Dengan kebisuan tanpa warna
            Mereka meniadakan hal itu
            Warna tercipta ketika cerita tak berujung.

            Tapi, yang mereka ceritakan
            Yang keduanya bicarakan adalah sebuah ketidakwajaran.

            Entahlah…
            Yang ku tahu
            Mereka telah menciptakan taman langit
            Di malam yang bisu
            Di malam yang tanpa warna.

            =syahrin kamil=

            Pergi Tanpa Pamit…
            Ketidakjelasan hubungan kami kembali mencuat. Suatu ketika aku tanya kabar dan ingin bicara kecil dengannya. Dia berkata cari temammu untuk bercerita. Hatiku seakan dicabik-cabik, tubuhku seakan dicambuk seribu kali. Sakit kurasa. Iya kesakitan dikala bahagia tak lagi bersamaku. Kucoba beberapa kali untuk membujuk dia yang lagi masih kucinta. Tidak. Jawabnya. Kegilaan muncul di diriku. Pada akhirnya aku kirimkan pesan singkat dari ponsel kecilku ‘lakukan apa yang terbaik menurutmu, aku tak pernah ingin mencampuri urusanmu lagi’ selamat tinggal’. Tak ada respon, kukira dia telah pergi untuk selamanya. Iya memang benar adanya.
            Aku kemudian membisu…
            Waktu terus berlalu, sedangkan aku masih dan tetap membisu kala aku berhadapan dengannya. Kebisuanku terjadi akibat sakitnya hati yang kupunya. Hatiku seakan berteriak pada Tuhan. Tuhan aku bisa lintasi bumimu sampai dimanapun ujungnya, aku bisa rajai hari, aku bisa menjadi raja atas mereka. Tuhan aku sakit tolonglah aku. Hasilnya aku bahagia dengan bantuan Tuhanku, Tuhanku menjamah segala do’aku. Dan pada akhirnya aku bisa hidup seperti seharusnya.

            Hikmah itu kemudian muncul…
            Kebahagiaan muncul seketika…
            Sahabat kita hanya mampu merencakan sesuatu, tapi maha rencanalah yang memutuskan semuanya, masih ada rahasia dibalik rahasia, yang bisa kita lakukan mulailah dengan ikhlas jangan pernah memikirkan hasil dari apa yang kita kerjakan. Ketika kita beranjak dengan keikhlasan apapun hasil dari karya kita, kesemuanya dengan lapang akan kita terima, karena itulah yang terbaik untuk kita.
            Terakhir…
            Mencintai, anda siap untuk memberi
            Bukan menerima, bukan itu
           
            Tapi, satu hal yang akan ku bisikkan pada sahabat
            Aku bersyukur telah mencintainya
            Dengan mencintainya
            Telah memperluas wawasanku tentang
            Ketdakwajaran dan ketidakharusan untuk dilakukan



            Salam Terang
            SYAHRIN KAMIL

0 komentar:

Posting Komentar

Lorem ipsum dolor

Visitor

Content

Featured Posts

Pengunjung

Flag Counter
Diberdayakan oleh Blogger.

Social Icons

Search This Blog

Popular posts

 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com